Day 14: Kita dan jarak yang tak mempersatukan



Hai, selamat malam untuk kamu yang baru menemukan suratku.

Iya, aku tahu jika kamu baru saja mengerutkan dahi ketika membuka kotak bingkisan cookies coklat untuk pengisi perut kosongmu. Aku mengaku, sengaja aku taruh untuk kamu baca ketika sedang senggang, tentunya sembari menikmati cookies coklat buatanku.

Ah, apakah terlalu manis? Sayangnya, aku memang sepertinya terlalu menaruh cinta di setiap gigitannya. 

Hari ini  memang bukan hari lahirmu, maupun hari spesial. Tidak ada sesuatu pada hari ini, karena bagiku setiap detik sudah menjadi kebiasaanku untuk selalu mengingatmu, yang sedang lelah bekerja dan melawan diri sendiri.

Andaikan mampu, ingin rasanya aku menawarkan sofa empuk padamu karena aku memiliki berjuta cerita yang ingin kamu dengar, pun aku juga ingin mendengar penat dan letihmu. Namun, bolehkah kita bercerita sembari berbaring? Aku ingin mendengar cerita sekaligus bagaimana jantungmu berdetak.

Sayangku, aku memang tak seberani itu untuk mengungapkan isi hatiku, memang aku terlalu ringan dalam meneteskan air mata dan tak bisa tangguh dalam berlogika. Kamu pun tahu, bahwa secintanya kita, tetap tak mau berdamai dengan realita.

Kita menyatu, aku pun tahu! Hatiku saat ini sudah kamu buka untuk selalu menyambut kehadiranmu. Pun dengan pikiran-pikiranmu yang berusaha saling membahagiakan antara aku maupun dirimu. Namun, engkau tahu? Di setiap akhir sujudku, setiap penghujung doa malamku, selalu kusisipkan kata "Tuhan, bukankah engkau Maha Berkuasa atas diriku seutuhnya? Salahkah aku jika di balik jarak, aku dengannya menemukan ruang penuh corak?"

Ingatkah kamu ketika kita saling bercanda untuk mengajak ibadah bersama satu sama lain? Aahh, aku tertawa lepas saat itu, kamu pun juga. Namun, sayangku, tahukah kamu jika saat ini ketika mengingatnya lagi, aku tak mampu mengulang tawaku kembali. 

Kita sejatinya dua merpati yang sedang terbang bersama menelusuri sebuah lorong gelap, entah kemana arahnya dan kapan akan kita temukan cahaya. Semakin kita bersama menelusuri lorong itu, semakin dalam pula kegelapan yang kita dapat. Tak ada cahaya apapun, sampai pada akhirnya aku tak mampu melihatmu, kemudian aku semakin tak mampu mendengar suaramu. Sayapmu yang memegang sayapku tak lagi kurasakan. Kita bersama, namun berjarak dalam kegelapan.

Sekarang adalah nyata bagi kita, ketika aku bertanya "bagaimana masa depan kita?" yang sebelumnya kita hanya mampu saling berbisik dengan bahasa-bahasa yang hanya dipahami sebagai cinta. Bahkan ketika kita sedang berdua, menyantap makanan yang telah dihidangkan oleh pelayan restoran, di bawah remang-remang lampu yang menerangi makan kita, mereka seperti berbicara dengan keras dan lantang "sebuah Istiqlal dan Katedral yang saling berhadapan dan memandang. Jika mereka memiliki nyawa, siapa yang tahu dari antara kita apabila mereka saling jatuh cinta?"

Sayangku, aku ingin kita menjalani hari-hari indah ini selagi bersama. Itulah mengapa kuberikan cookies coklat untukmu agar kamu tak lupa dengan kenangan-kenangan kita yang indah. Tak cukup perwira aku menyimpan pertanyaan tentang bagaimana kita ke depan. Namun yang aku tahu, Tuhan tak pernah salah menempatkan kita.

Kita bersatu, namun ada jarak dalam setiap perjalanan kita.

Sayangku, cukupkan aku dengan doamu, pun aku akan mencukupkan kamu dengan doaku. Biarkan kita saling mendoakan meskipun entah bagaimana cara agar kita dipertemukan, di sana dalam bentuk pelaminan dan ikatan.

Berbahagialah kita di masing-masing jalan, semoga kita dipertemukan di ujung jalan yang sama. Bolehkah aku denganmu saling mengaitkan jari kelingking? Kita harus berjanji untuk selalu bahagia, aku tetap mencintaimu meskipun denganmu aku berjarak dan berjauhan.

 

Sekian dari aku yang selalu menunggu kepulanganmu,

aku mencintaimu,

selalu.


Karya ini diunggah pada platform KaryaKarsa disini

0 Komentar

Gocicil Tokopedia
Gopaylater Ads