Day 12: Kita dan layar perangkat

 

#30HariBercerita

20230112


Siapakah di sini yang ketika sedang menunggu sesuatu lalu membuka buku atau hanya menyeruput teh matcha sembari melihat manusia yang berlalu-lalang?

Tidak ada, bahkan semisal ada pun sangat sedikit untuk zaman ini.

Mata kita sulit untuk lepas dari jeratan layar perangkat alias smartphone kita. Ahh rasanya sangat susah kalau harus membuka buku dan membacanya dibandingkan membaca beberapa thread twitter yang isinya orang berantem.

Saat ini, sebagus-bagusnya jalan cerita novel romantis, bahkan sekreatifnya J. K. Rowling sekalipun, akan kalah dengan keseruan saat membaca timeline yang isinya orang saling baku hantam secara daring. Itulah mengapa buku-buku itu semakin mahal, sekaligus semakin sulit ditemukan. Berbeda dengan paket data yang sangat laris manis di pasaran, bahkan kini setiap warung wajib hukumnya bisa menjual paket data, kalau tidak.... Wahh! Kemenkop UKM bakal dievaluasi besar-besaran karena tidak mampu digitalisasi warung di Indonesia.

Keseruan-keseruan yang ada di layar perangkat memberikan pasar yang sangat besar pula. Ada jutaan mata yang melihat layar perangkat dalam waktu bersamaan di seluruh dunia; artinya ada jutaan mata juga yang dapat melihat berbagai unggahan. 

Hal ini dimanfaatkan betul oleh para kreasi konten, mereka membuat konten-konten yang singkat dan semenarik mungkin. Kita dibuatnya semakin terhibur. 1 menit membaca orang baku hantam, 1 menit lagi melihat konten lucu, 1 menit lagi melihat konten sedih, ada yang berantem lagi, 1 menit melihat kabar berita, dan seterusnya hingga berjam-jam lamanya. Menunggu antrean sepanjang Kereta Api Logawa pun tak masalah, semuanya terkendali asal ada perangkat dengan baterai penuh di tangan, tak lupa akses internet yang cepat dan.....kalau bisa gratis!

Semakin cepat kita mendapatkan informasi, sebenarnya otak kita tak mampu menampungnya. Bayangkan saja dalam waktu setengah jam saja, kita sudah menangkap berbagai jenis informasi dengan berbagai bentuk juga. Menengangkan, lucu, sedih, dan perasaan-perasaan lain yang diombang-ambing secara begitu cepat.

Otak kita menganggap informasi tersebut memiliki beragam jenis informasi, dia tidak sanggup menangkapnya sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Berbeda jika kamu sedang membaca novel, maka ada proses lebih lama untuk mencoba memahami dan menggambarkan teks yang ada di novel lalu divisualisasikan di imajinasi kepala. Semuanya butuh proses, namun tidak dengan keseruan unggahan yang ada di layar perangkat; semuanya serba cepat. Bahkan TikTok saja memiliki berbagai jumlah video yang bisa kita tonton hanya dalam waktu 10 menit, dengan berbagai jenis video pula.

Kita dipaksa untuk memahami dengan (terlalu) cepat, sehingga dampaknya kepada kita adalah; kita ketergantungan dan menjadi mudah lupa.

Otak memiliki sistem seperti loker-loker yang memiliki jenis-jenisnya tersendiri dalam menyimpan suatu informasi. Karena otak terlalu cepat memproses suatu informasi dalam kurun waktu yang sangat singkat menyebabkan yang harusnya informasi tentang A dimasukkan ke loker A malah dimasukkan ke loker B. Hal ini menjadikan kita disinformasi yang menyebabkan omongan kita suka mencla-mencle.

Makanya, jangan heran kalau kamu sering menemukan seseorang yang ngomongnya mencla-mencle, entah itu ketua organisasi, atau para politisi, bahkan mungkin pasanganmu sendiri. Itulah kenapa juga banyak orang yang menginginkan sesuatu yang instan, bahkan termasuk kebahagiaan dan kesedihan mereka. Bisa saja kamu bahagia saat ini, namun who knows jika 5 menit kemudian kamu bisa nangis senangis-nangisnya sampai overthinking berhari-hari karena ada yang nulis anonymous di NGL Link kamu "dasaaar jelek lu babi!".

Semuanya menjadi amburadul, bahkan kamu sendiri tidak tahu jika pasanganmu bilang "hei, kamu cantik.", apakah itu memang pujian atau love-trap. Haduuh, istilah-istilah ini membuat saya pusing.

Jadi, kapan terakhir kamu membaca buku?

0 Komentar

Gocicil Tokopedia
Gopaylater Ads